Jadwal Sholat Bulan Juli 2020 Untuk Wilayah HK SAR


Posmih Hong Kong telah mengeluarkan jadwal sholat untuk bulan juli 2020.

Semoga bermanfaat.

Informasi Larangan Cuti Bagi PMI di Hong Kong adalah Hoax


Melalui laman resmi fanpage facebook
KJRI Hong Kong menghimbau agar pekerja migran Indonesia (PMI) tidak terpengaruh dengan informasi larangan cuti yang beredar di sosial media.


INFORMASI TERKAIT BERITA LARANGAN CUTI BAGI PMI DI HONG KONG

1. Sehubungan dengan beredarnya berita bahwa Pemerintah Hong Kong melarang PMI untuk cuti ke Indonesia, berdasarkan konfirmasi dari otoritas Pemerintah Hongkong, ditegaskan bahwa informasi berita tersebut tidak benar.

2. Pemerintah Hong Kong tidak melarang PMI untuk mengambil cuti ke Indonesia. PMI yang cuti tetap dapat kembali ke Hong Kong sesuai dengan ketentuan yang berlaku baik di Indonesia maupun di Hong Kong.

3. Kepada seluruh PMI di Hong Kong agar tidak menyebarkan berita  informasi yang salah tersebut.

Source  : Fanpage KJRI HK

Puluhan Pekerja Rumah Tangga di Hong Kong Dipecat Karena Dianggap Terinfeksi Covid-19



Puluhan pekerja rumah tangga telah dipecat setelah jatuh sakit sementara lebih dari empat dari lima pembantu mengalami peningkatan diskriminasi selama pandemi Covid-19, kata serikat pekerja, Minggu (28/6/2020).

 Namun, anggota Federasi Serikat Pekerja Rumah Tangga Asia Hong Kong mengatakan hingga 80 persen dari 427 pekerja yang disurvei tidak tahu bahwa mereka dapat mengajukan pengaduan ke Komisi Persamaan Kesempatan (EOC), sementara mereka yang  meminta bantuan  sering takut akan kehilangan pekerjaan mereka jika  mengajukan tuntutan.


“Survei ini menemukan sebagian besar pekerja migran tidak tahu mereka bisa mengajukan kasus tentang diskriminasi,” kata Shiella Estrada, sekretaris federasi, yang mewakili pekerja rumah tangga lokal dan asing.

“Inilah sebabnya kami meminta EOC untuk menjangkau lebih banyak pekerja migran agar mereka tahu tentang program dan perlindungan bagi pekerja migran.”



Hong Kong memiliki hampir 400.000 pekerja rumah tangga. Kebanyakan dari Filipina dan Indonesia.  Serikat pekerja sebelumnya mengkritik pemerintah karena tidak memberikan perlindungan yang cukup bagi mereka yang dikarantina dengan majikan selama pandemi coronavirus, yang telah menginfeksi lebih dari 1.100 orang di Hong Kong dan hampir 10 juta di seluruh dunia.


Saat ini, perwakilan serikat pekerja kembali menyuarakan dan membahas hal itu, ketika para pekerja menghadapi kontrak mereka yang diputus secara ilegal oleh para majikan yang menganggap mereka mungkin telah terinfeksi Coronavirus.

Menurut Undang-undang Diskriminasi, adalah ilegal bagi majikan untuk memutuskan kontrak  pekerja mereka dengan alasan kecacatan apa pun, termasuk penyakit menular.

Namun serikat pekerja mengatakan mereka telah menerima puluhan pengaduan dari para pekerja yang telah dipecat setelah jatuh sakit.

Di antara mereka adalah Susanti Indonesia, yang tiba di Hong Kong pada akhir Februari 2020 tetapi jatuh sakit dengan masalah di bagian perut, sesaat setelah mulai bekerja pada bulan Maret 2020, kata Lilik dari Serikat Pekerja Rumah Tangga. 

Majikan Susanti membawanya ke rumah sakit, tempat ia dites untuk virus Covid-19.

Hasil tesnya negatif tetapi majikan Susanti bersikeras dia akan dikarantina selama dua minggu tanpa bayaran, kemudian mengakhiri kontraknya tiga hari kemudian. 

Lilik mengatakan bahwa majikan membawa Susanti kembali ke agen tenaga kerja, di mana dia dengan keras menghinanya dan memanggilnya babi.

Serikat pekerja menghimbau kepada seluruh pekerja migran di sektor rumah tangga untuk meminta bantuan jika diputus kontrak kerja oleh majikan karena dianggap terinfeksi Covid-19.

Source : SCMP

Syal Biru




Ranti duduk terpekur di ujung ranjang. Ada genangan dibening matanya yang perlahan jatuh bergulir di kedua pipi putihnya. Suara isakan pelan terdengar, membuat sosok yang terbaring di depannya membuka mata. Seorang lelaki berbadan tegap, berkulit coklat muda dan bemata sipit. Rambutnya hitam lurus, di potong rapi. Lelaki itu bertelanjang dada. Hanya selimut yang menutupi tubuh bagian bawah. Mata sipitnya merah. Dengusan kesal terdengar dari helaan nafas yang mirip seekor kerbau. Sementara Ranti masih duduk di tempat yang sama. Kristal bening tak henti meleleh. Isak tangisnya tertahan. Lelaki itu bangun dan duduk di dekat Ranti, lalu merangkul pundaknya. Gadis itu mencoba menepis tangan sang lelaki lalu menggeser posisi duduknya.


“Mo pan ye keh lei!” Kata lelaki itu sambil berdiri. Ia memungut pakaiannya yang berserakan di lantai kamar dan mengenakannya. Lalu berjalan ke arah pintu, menoleh ke arah Ranti yang masih terisak. Ia mengeluarkan selembar uang seratus dolar Hong Kong lalu mengangsurkan kepada gadis itu. Ranti bergeming. Ia tidak sudi menerima uang itu.


“Keijui a, mo wa pei thai-thai theng, liti jin ngo pei lei, haji ngo wui pe lei to tik keh, tanhai lei yiu keijui hah, mo wapei ngo keh lobo ci!” Lelaki itu menaruh uang yang dipegangnya di atas meja, di sebelah ranjang. Lalu bergegas keluar kamar. Ia tak mempedulikan Ranti yang masih terisak. Beberapa saat kemudian terdengar pintu utama tertutup, pertanda lelaki itu telah pergi.


Dengan sisa kekuatan yang ada, Ranti mencoba berdiri dan membenahi pakaiannya yang carut marut. Kemudian melepas sprei, sarung bantal juga selimut. Secepat kilat menggantinya dengan yang bersih. Air matanya tak henti menetes. Hatinya hancur. Harga dirinya terinjak-injak. 

Kehormatannya telah direnggut oleh lelaki yang tak lain adalah majikannya sendiri. Ini adalah kali kedua lelaki bejat itu menggagahinya. Saat kejadian pertama kali, ia berniat melaporkannya ke polisi. Namun ia urungkan karena tak punya cukup bukti. Dan ia baru dua bulan bekerja. Ranti ingat hutang yang masih ditanggungnya. Lima bulan masa potongan gaji, mengharuskannya menguatkan diri untuk bertahan bekerja dengan majikan laknat itu. Ia hanya ingin kebahagiaan untuk keluarganya di kampung. 


Kedua telaga bening itu kembali mengalir deras. Ingin rasanya ia bunuh diri untuk melepaskan semua beban yang menghimpit. Tetapi tiap kali rasa putus asa itu menyergap, wajah orang-orang terkasih yang saat ini menunggu hasil keringat dan jerih payahnya, terbayang di pelupuk mata. Senyum dan harapan mereka akan kepulangan Ranti adalah semangat dan kekuatan yang membuatnya tetap bertahan. Dengan tergesa dan menahan gemuruh di dada, gadis berkulit sawo matang itu bergegas merapikan kamar majikannya. Lalu membersihkan diri agar nyonya tidak mengetahui apa yang telah terjadi. Setelahnya, Ranti  melakukan tugas dan aktivitas seperti biasa.


Satu jam berlalu. Lelaki tadi kembali ke rumah sudah dalam keadaan bersih. Ia pasti ke rumah ibunya di blok sebelah, pikir Ranti. Keduanya diam tak bertegur sapa. Ranti tak mempedulikannya dan pura-pura menyetrika. Ia tak ingin melihat wajah laki-laki itu. Di saat Ranti sedang bergumul dengan pikirannya, terdengar dering telpon di ruang keluarga. Tak lama berselang, lelaki itu terlihat menghampirinya. 


Jantung Ranti berdetak. Was-was mengantisipasi apa yang akan ia lakukan. “Istriku pulang awal hari ini. Ia memintamu untuk memasak bubur kesukaannya,” katanya retorikal. “Dan ingat, bersikaplah sewajarnya.” Nada suaranya mengancam. Kemudian berbalik, melangkah masuk ke kamar. Ranti tak bereaksi. Ia kembali menyibukkan diri dengan pekerjaannya.


Sore, sekira pukul enam, majikan perempuan pulang. Ranti yang masih berkutat dengan masakan di dapur, berlari kecil membukakan pintu untuknya. Perempuan yang masih nampak muda di usia paruh baya itu tersenyum seraya mengucapkan terima kasih. Ranti membalasnya dengan anggukan kecil, lalu kembali ke dapur. Di ruang keluarga, terdengar kedua majikannya berbincang ringan. Tak berapa lama, Ranti telah selesai memasak. Lalu dengan sigap menyiapkan hidangan makan malam untuk tuan dan nyonya yang masih asik masyuk bercengkerama sembari menonton berita di televisi. 


Ranti melirik kepada majikan laki-laki dengan ekor matanya. Lelaki itu bersikap wajar. Ia nampak sangat baik di depan istrinya. Berusaha menepis rasa geram, Ranti menghampiri keduanya dan menyilahkan mereka untuk menikmati hidangan makan malam. “Emkoi,” jawab nyonya seraya beranjak menuju meja makan yang diikuti oleh suaminya. Ranti tersenyum. Sebuah senyum yang dipaksakan. Ia kembali ke dapur untuk menyantap jatah makan malamnya. Namun hanya beberapa sendok nasi dan sedikit lauk yang masuk ke mulutnya. 


Dan tiba-tiba rasa mual tak terkira menyergap. Secepat kilat Ranti berlari menuju kamar mandi. Beruntung ia memiliki kamar mandi sendiri yang berada didekat kamarnya. Rumah majikannya memang berbeda dari rumah warga Hong kong pada umumnya. Di mana biasanya dapur terletak di depan, dekat dengan pintu masuk. Desain rumah majikan Ranti lebih mirip dengan rumah di Indonesia. Dari depan, berurutan ruang tamu dan ruang keluarga yang dipisahkan oleh sekat pembatas. Kemudian terdapat lorong kecil menjorok kedalam yang di kedua sisinya terletak dua kamar dan satu kamar mandi. Lalu di sebelah kiri kamar mandi terdapat lorong menuju dapur. Di belakang dapur itulah kamar tidur dan kamar mandi Ranti.


Wajah Ranti pias. Tangannya erat mencengkeram kedua sisi toilet. Perutnya seolah naik memuntahkan seluruh isinya. Sekuat tenaga ia menahan agar tak mengeluarkan suara. Tetapi, kiranya sang nyonya yang masuk ke dapur untuk mengambil sup, mendengar suara Ranti.

“Ranti, lei hamai em sifuk a?” tanya nyonya, dari luar kamar mandi.
Ranti yang masih merasa mual dan pusing, segera bangkit, membasuh tangan dan wajahnya.

“Ngo mo si, thai-thai. Siu-siu thau wan. Mo si keh, emsai tamsam,” jawabnya tatkala keluar dari kamar mandi. Nyonya yang baik itu menyuruh Ranti untuk segera beristirahat. Ia bergegas ke ruang tamu, hanya untuk kembali ke dapur dan memberikan sebotol minyak kayu putih kepada Ranti.

“Kau mandilah dulu. Lalu balurkan minyak kayu putih di perut, dada, punggung dan lehermu. Jangan lupa, usapkan juga di bawah lubang hidung dan pelipis kanan kiri. Lalu minum air putih hangat dan beristirahatlah. Malam ini, biar tuan yang mencuci piring dan perabot lainnya,” kata perempuan itu seraya memberikan minyak kayu putih. Ranti tak membantah. 

Diterimanya botol minyak kayu putih itu, lalu mengucap terima kasih. Meski merasa tidak enak hati, tetapi ia tak punya pilihan lain. Kepalanya seolah ditekan oleh batu berukuran raksasa. Rasa mual kembali menyerang. Ia bergegas membasuh tubuh, ganti baju dan melakukan apa yang disarankan majikan perempuannya.



Tiga minggu berlalu. Rasa mual masih sering dirasakan Ranti. Ia hanya meminum ramuan herbal penolak masuk angin yang dibelinya di pasar. Ranti mengira, ia hanya kelelahan dan masuk angin. Tetapi rasa mual bahkan pusing seringkali muncul tanpa mengenal waktu. Dengan berbekal uang pemberian nyonya, ia pergi ke klinik. Di sana ia diminta melakukan tes urine oleh dokter. 


Setelah menunggu beberapa saat, seorang perawat memanggilnya untuk masuk ke ruang pemeriksaan. Betapa terkejutnya Ranti, saat dokter yang tadi memeriksanya menyatakan kalau dirinya hamil. Ia kembali ke rumah majikan dengan pikiran kalut. Masih terngiang jelas kata-kata dokter di klinik. “Hasil tes menunjukkan jika Anda positif hamil.” 



Ranti menumpahkan tangisnya sesaat setelah masuk ke kamarnya. Hari itu, seperti biasa hanya ada majikan laki-laki di rumah. Ranti tak menghiraukannya. Hatinya gundah. Nestapa merajai bilik hati. Apa yang akan ia lakukan? Bagaimana jika nyonya mengetahui tentang kehamilannya? Apakah ia akan mengadukan tentang kebejatan laki-laki itu kepada istrinya? Akankah perempuan itu mempercayai Ranti? Ataukah ia akan diputus kontrak lalu dikembalikan ke agen? Bagaimana dengan hutang-hutangnya? Lalu siapa yang akan mengirimkan uang untuk biaya hidup keluarganya di kampung? Berbagai pertanyaan berseliweran dalam otaknya.



Ranti masih tergugu, tatkala terdengar langkah kaki mendekat. Dan sebuah suara yang begitu ia benci memanggil namanya. “Ranti, keluarlah dari kamarmu. Jangan berpura-pura sakit lagi. Kami membayarmu untuk bekerja. Bukan untuk berada di dalam kamar dan tidak melakukan apapun.” Ranti diam. Ia tidak menjawab. Dengan wajah sembab dan langkah gontai, ia keluar kamar.



Lelaki itu memandang kearahnya dengan tatapan dingin. “Badanku pegal-pegal. Aku butuh dipijat. Kau ikut ke kamarku sekarang,” perintahnya. Ranti berjalan mengikutinya. Sesampai di kamar, lelaki itu seperti biasa menanggalkan semua pakaiannya. Ia selalu meminta Ranti memijatnya, sebelum melakukan hal tak senonoh kepada pembantunya. Saat lelaki itu telah menelungkupkan badan, Ranti meminta ijin untuk ke belakang. 



Sebentar katanya. Ketika melewati dapur, mata gadis itu menatap sebilah pisau yang sering ia gunakan untuk memotong daging babi. Pisau lebar dan besar itu mengkilat di sisinya yang memipih. Sehari sebelumnya, ia telah mengasah pisau tersebut. Entah apa yang ada dalam pikirannya. Secepat kilat Ranti mengambil pisau dan membawanya ke kamar, dimana majikan berada.



Sedetik kemudian, terdengar teriakan menyayat. Sprei biru muda yang menutupi ranjang di kamar itu berubah warna. Menjadi merah marun. Bau anyir darah menyeruak memenuhi udara di dalam kamar. Ranti keluar dari kamar menenteng pisau yang berlumuran darah. Rambutnya kusut masai. Wajah, tangan bahkan kaki dan pakaiannya belepotan darah. Ia masuk ke kamarnya dan mengambil sebuah syal berwarna biru. Ia menciuminya. Terbayang wajah sang ibu saat memberikan syal itu, waktu kunjungan terakhir di balai latihan kerja seminggu sebelum keberangkatannya ke Negeri Beton. Perlahan Ranti melilitkannya di leher. Menyelipkan salah satu ujungnya di pintu, kemudian menutupnya. Ia melangkah menjauh dari pintu sambil menarik ujung yang satunya sekuat tenaga. Nampak nafasnya megap-megap. Tubuhnya meregang. Lalu diam, tak bergerak.

Catatan kaki :

Mo pan ye keh lei  = Kau jangan berpura-pura
Keijui a                       = Ingat ya
Mo wa pei thai-thai theng     = Jangan beritahu nyonya
Liti jin ngo pei lei  = Aku beri kau uang ini
Haji ngo wui pe lei to tik keh = Lain kali aku akan memberimu lebih banyak
Tanhai lei yiu keijui            = Tapi kamu harus ingat
Mo wapei ngo keh lobo ci    = Jangan memberitahu istriku
Emkoi    = Terima kasih
Lei hamai em sifuk a  = Apa kamu tidak enak badan
Ngo mo si   = Saya tidak apa-apa
Thai-thai   = Nyonya
Siu-siu thau wan  = Sedikit pusing
Mo si keh   = Tidak apa-apa
Emsai tamsam   = Jangan khawatir


Susana Nisa
Cerpen ini termuat di Tabloid Apakabar
OKtober 2016